Search

Aturan Perayaan Natal & Tahun Baru ala Wali Kota Malang yang Tuai Polemik | merdeka.com - merdeka.com

Merdeka.com - Imbauan Wali Kota Malang Sutiaji soal perayaan Natal dan Tahun Baru menuai polemik. Bagaimana tidak, poin kedua dalam surat edaran bernomor 730/4146/35.73.406/2018 bertanggal 17 Desember 2018 itu mengatur perayaan Natal dan Tahun Baru agar dilakukan tidak secara demonstratif.

BERITA TERKAIT

"Bagi warga yang mengadakan pesta Perayaan Natal dan tahun baru tidak dilakukan secara demonstratif yang mengganggu perasaan umat lain dan mengganggu ketertiban umum serta menyampaikan pemberitahuan kepada pihak terkait sesuai ketentuan yang berlaku."

Surat yang ditujukan kepada camat, lurah, pengusaha ritel, minimarket, tokoh agama, dan tokoh masyarakat di Kota Malang tersebut berisi 4 poin.

Praktis, salinan surat ini kemudian langsung mendapat beragam respons di media sosial. Ada pula yang berkirim surat keberatan langsung ke Pemkot Malang.

Sutiaji, saat dikonfirmasi Liputan6.com membantah ada perlakuan diskriminatif dalam surat imbauan itu. Ia meminta seluruh masyarakat memahami dengan utuh seluruh poin surat tersebut.

"Mestinya yang tersinggung itu juga umat Islam karena saya imbau untuk menghormati (agama) yang lain. Ini perkara yang tak perlu dibesar-besarkan, urai Sutiaji.

Menurut dia, soal kata demonstratif pada poin kedua itu lebih pada makna agar tak memaksakan. Misalnya, tak ada paksaan oleh pengusaha pada karyawan untuk menggunakan atribut Natal.

"Yang saya maksud demonstratif itu perayaan Natal dan Tahun Baru itu satu irisan yang sama. Saya minta jangan hura-hura, maksudnya ke sana. Tolong semua dipahami," ujar Sutiaji.

Aturan Tersebut Dinilai Diskriminatif

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyayangkan surat edaran yang dikeluarkan Sutiaji. Imbauan itu dinilai diskriminatif.

"Kami menyayangkan diterbitkannya surat himbauan itu. Surat itu diskriminatif dan tidak mencerminkan rasa keberagaman yang menjadi kekuatan Indonesia," kata juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bidang hukum Surya Tjandra, Sabtu (22/12).

Menurut Surya, frase 'demonstratif yang mengganggu perasaan umat lain' dalam surat edaran itu berdampak pada terbatasnya ruang bagi umat Kristen dalam merayakan hari keagamaannya. "Umat Kristen yang merayakan Hari Natal justru harus dihormati sebagai bentuk jaminan negara atas kebebasan hak beragama dan berkeyakinan," kata Caleg PSI untuk DPR-RI dari dapil Malang Raya itu.

Surya berharap Wali Kota Malang dapat mempertimbangkan surat edaran itu agar dicabut seraya membuat aturan yang mendorong rasa kebersamaan antar sesama warga sehingga tercipta sikap saling menghormati dalam kehidupan beragama.

"Saya mengapresiasi Walikota Malang yang menyatakan ingin mengayomi semua pihak dan tidak mendeskreditkan kelompok lain dalam konteks ini. Tapi pernyataan itu harus dibuktikan dalam pembuatan aturan yang inklusif dan tidak menciderai semangat kesetaraan warga di mata hukum," tuturnya. [rhm]

Let's block ads! (Why?)

Merdeka.com - Imbauan Wali Kota Malang Sutiaji soal perayaan Natal dan Tahun Baru menuai polemik. Bagaimana tidak, poin kedua dalam surat edaran bernomor 730/4146/35.73.406/2018 bertanggal 17 Desember 2018 itu mengatur perayaan Natal dan Tahun Baru agar dilakukan tidak secara demonstratif.

BERITA TERKAIT

"Bagi warga yang mengadakan pesta Perayaan Natal dan tahun baru tidak dilakukan secara demonstratif yang mengganggu perasaan umat lain dan mengganggu ketertiban umum serta menyampaikan pemberitahuan kepada pihak terkait sesuai ketentuan yang berlaku."

Surat yang ditujukan kepada camat, lurah, pengusaha ritel, minimarket, tokoh agama, dan tokoh masyarakat di Kota Malang tersebut berisi 4 poin.

Praktis, salinan surat ini kemudian langsung mendapat beragam respons di media sosial. Ada pula yang berkirim surat keberatan langsung ke Pemkot Malang.

Sutiaji, saat dikonfirmasi Liputan6.com membantah ada perlakuan diskriminatif dalam surat imbauan itu. Ia meminta seluruh masyarakat memahami dengan utuh seluruh poin surat tersebut.

"Mestinya yang tersinggung itu juga umat Islam karena saya imbau untuk menghormati (agama) yang lain. Ini perkara yang tak perlu dibesar-besarkan, urai Sutiaji.

Menurut dia, soal kata demonstratif pada poin kedua itu lebih pada makna agar tak memaksakan. Misalnya, tak ada paksaan oleh pengusaha pada karyawan untuk menggunakan atribut Natal.

"Yang saya maksud demonstratif itu perayaan Natal dan Tahun Baru itu satu irisan yang sama. Saya minta jangan hura-hura, maksudnya ke sana. Tolong semua dipahami," ujar Sutiaji.

Aturan Tersebut Dinilai Diskriminatif

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyayangkan surat edaran yang dikeluarkan Sutiaji. Imbauan itu dinilai diskriminatif.

"Kami menyayangkan diterbitkannya surat himbauan itu. Surat itu diskriminatif dan tidak mencerminkan rasa keberagaman yang menjadi kekuatan Indonesia," kata juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bidang hukum Surya Tjandra, Sabtu (22/12).

Menurut Surya, frase 'demonstratif yang mengganggu perasaan umat lain' dalam surat edaran itu berdampak pada terbatasnya ruang bagi umat Kristen dalam merayakan hari keagamaannya. "Umat Kristen yang merayakan Hari Natal justru harus dihormati sebagai bentuk jaminan negara atas kebebasan hak beragama dan berkeyakinan," kata Caleg PSI untuk DPR-RI dari dapil Malang Raya itu.

Surya berharap Wali Kota Malang dapat mempertimbangkan surat edaran itu agar dicabut seraya membuat aturan yang mendorong rasa kebersamaan antar sesama warga sehingga tercipta sikap saling menghormati dalam kehidupan beragama.

"Saya mengapresiasi Walikota Malang yang menyatakan ingin mengayomi semua pihak dan tidak mendeskreditkan kelompok lain dalam konteks ini. Tapi pernyataan itu harus dibuktikan dalam pembuatan aturan yang inklusif dan tidak menciderai semangat kesetaraan warga di mata hukum," tuturnya. [rhm]

Let's block ads! (Why?)



Bagikan Berita Ini

0 Response to "Aturan Perayaan Natal & Tahun Baru ala Wali Kota Malang yang Tuai Polemik | merdeka.com - merdeka.com"

Post a Comment

Powered by Blogger.