Keluarga tukang sampah itu enggan memberikan restu bukan tanpa alasan. Yang pertama karena citra wakil rakyat yang dipandang sarat akan korupsi. Terutama setelah penangkapan 41 anggota DPRD Kota Malang terkait skandal korupsi massal oleh KPK beberapa waktu lalu.
"Itu membuat keluarga protes, ketika saya katakan maju sebagai caleg. Takutnya seperti yang terjadi kemarin (korupsi massal), karena saya maju sebagai caleg untuk DPRD Kota Malang. Ibu juga saya datangi ke sana (Probolinggo), untuk menjelaskan secara langsung ketika nanti jadi ataupun tidak," kata Dwi ditemui detikcom di kediamannya, Jalan Danau Rawa Pening, Kelurahan Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, Senin (18/3/2019).
Kedua, keluarga meminta Dwi sadar diri. Menyadari jika dirinya hanyalah seorang tukang sampah dan guru bantu Sekolah Dasar di wilayah Pakis, Kabupaten Malang. Dwi mengajar Bahasa Inggris tiga kali dalam sepekan.
"Kan alasannya juga saya hanya tukang sampah, guru honorer, mana mungkin jadi wakil rakyat. Begitu kata istri maupun ibu saya. Mimpi kata mereka," imbuh pria 46 tahun ini.
Dwi Hariyadi (46), tukang sampah yang jadi caleg Foto: Muhammad Aminudin |
Dwi yakin bisa meraup banyak suara. Pasalnya, sebagian besar masyarakat di Kelurahan Madyopuro sudah mengenal dirinya.
Selain sebagai tukang sampah dan guru honorer. Dwi juga aktif menjadi Linmas di Kelurahan Madyopuro. Bahkan Dwi dipercaya menjabat sebagai komandan peleton.
"Saya juga aktif di Linmas, semua teman-teman yang awalnya kaget, kini banyak yang memberikan support agar saya terpilih," lanjutnya.
Dwi merupakan caleg dari PKS nomor urut 9 untuk DPRD Kota Malang periode 2019-2023. Ia akan bertarung di daerah pilih Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.
Simak Juga "Bermodalkan Stiker, Tukang Pijat di Mojokerto Pede Nyaleg":
(sun/bdh) Malang - Keinginan Dwi Hariyadi maju sebagai caleg sempat ditentang keluarga. Bahkan sang ibu yang tinggal di Probolinggo tidak merestui niat besarnya itu.
Keluarga tukang sampah itu enggan memberikan restu bukan tanpa alasan. Yang pertama karena citra wakil rakyat yang dipandang sarat akan korupsi. Terutama setelah penangkapan 41 anggota DPRD Kota Malang terkait skandal korupsi massal oleh KPK beberapa waktu lalu.
"Itu membuat keluarga protes, ketika saya katakan maju sebagai caleg. Takutnya seperti yang terjadi kemarin (korupsi massal), karena saya maju sebagai caleg untuk DPRD Kota Malang. Ibu juga saya datangi ke sana (Probolinggo), untuk menjelaskan secara langsung ketika nanti jadi ataupun tidak," kata Dwi ditemui detikcom di kediamannya, Jalan Danau Rawa Pening, Kelurahan Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, Senin (18/3/2019).
Kedua, keluarga meminta Dwi sadar diri. Menyadari jika dirinya hanyalah seorang tukang sampah dan guru bantu Sekolah Dasar di wilayah Pakis, Kabupaten Malang. Dwi mengajar Bahasa Inggris tiga kali dalam sepekan.
"Kan alasannya juga saya hanya tukang sampah, guru honorer, mana mungkin jadi wakil rakyat. Begitu kata istri maupun ibu saya. Mimpi kata mereka," imbuh pria 46 tahun ini.
Dwi Hariyadi (46), tukang sampah yang jadi caleg Foto: Muhammad Aminudin |
Dwi yakin bisa meraup banyak suara. Pasalnya, sebagian besar masyarakat di Kelurahan Madyopuro sudah mengenal dirinya.
Selain sebagai tukang sampah dan guru honorer. Dwi juga aktif menjadi Linmas di Kelurahan Madyopuro. Bahkan Dwi dipercaya menjabat sebagai komandan peleton.
"Saya juga aktif di Linmas, semua teman-teman yang awalnya kaget, kini banyak yang memberikan support agar saya terpilih," lanjutnya.
Dwi merupakan caleg dari PKS nomor urut 9 untuk DPRD Kota Malang periode 2019-2023. Ia akan bertarung di daerah pilih Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.
Simak Juga "Bermodalkan Stiker, Tukang Pijat di Mojokerto Pede Nyaleg":
(sun/bdh)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Keinginan Nyaleg Tukang Sampah di Malang Sempat Ditentang Keluarga - detikNews"
Post a Comment