TPA Supit Urang adalah tempat pembuangan sampah terbesar yang dimiliki Kota Malang. Lokasinya di Mulyorejo, Sukun, atau ujung barat dari pusat kota. Pengelolaan sampah di sana masih menggunakan sistem control landfill. Rencananya ke depan pengelolaan diubah menjadi sanitary landfill dan dibutuhkan kesiapan lahan.
Diduga ada kongkalikong antara Pemkot Malang dan DPRD soal rencana perluasan lahan, demi mewujudkan proyek sanitary landfill. Hingga akhirnya terbongkar dugaan suap dan gratifikasi dari Wali Kota Malang nonaktif Moch Anton.
Pengelolaan sampah dengan sistem sanitary landfill digagas Kementerian PUPR dengan menggandeng Bank Pembangunan Jerman. Selain Kota Malang, tiga daerah mendapatkan program yang sama, yakni Jombang, Sidoarjo dan Jambi.
Kini sudah ada 16 hektare lahan di TPA Supit Urang khusus untuk pengelolaan sampah dengan sistem sanitary landfill. Ditargetkan proyek akan berjalan pada 2020 mendatang.
"Sekarang lagi proses mobilisasi peralatan untuk sistem sanitary landfill. Lahan sudah ada 16 hektare, sistem ini (sanitary landfill) memang lebih bagus dalam pengelolaan sampah," ungkap Kepala UPT TPA Supit Urang Turut Setiaji kepada detikcom, Kamis (6/9/2018).
Ketika ditanya dugaan suap dan gratifikasi dalam pengelolaan sampah oleh KPK?. Dia sangat ragu, proyek sanitary landfill diberikan Kementerian PUPR menjadi biangnya.
"Proyek ini dari Kementerian PUPR, masak kementerian memberikan gratifikasi. Saya menjabat sejak 2016, dan DED sudah disetujui, hingga kini belum pernah diminta keterangan soal keterkaitan proyek sanitary sedang berjalan oleh KPK," tegasnya.
KPK menyatakan para anggota DPRD Kota Malang diduga menerima suap Rp 700 juta dan gratifikasi Rp 5,8 miliar. Gratifikasi itu terkait dana pengelolaan sampah di Kota Malang.
"Diduga para anggota DPRD menerima total Rp 700 juta untuk kasus suap dan Rp 5,8 miliar untuk dugaan gratifikasi. Dalam kasus dugaan gratifikasi terhadap anggota DPRD Malang ini, salah satu yang didalami penyidik adalah dugaan penerimaan terkait dana pengelolaan sampah di Kota Malang," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan.
Dia mengingatkan para tersangka untuk kooperatif. Febri juga menyatakan akan lebih baik jika para tersangka mengembalikan uang yang pernah diterima.
Dalam penanganannya KPK awalnya menyelidiki dugaan suap dalam pembahasan APBD-perubahan Kota Malang tahun 2015, penyelidikan berkembang menelusuri adanya uang pokok pikiran (pokir) dan uang sampah (dana pengelolaan sampah).
Tonton juga 'Ironi 41 Anggota DPRD Malang Jadi Tersangka Korupsi':
(fat/fat) Malang - Perluasan lahan TPA Supit Urang untuk mega proyek sanitary landfill diduga obyek suap dan gratifikasi Wali Kota nonaktif Moch Anton ke puluhan anggota DPRD. Kondisi TPA Supit Urang saat itu overload. Lantaran overload, pernah terjadi peristiwa pemulung tewas tertimbun saat mengais sampah.
TPA Supit Urang adalah tempat pembuangan sampah terbesar yang dimiliki Kota Malang. Lokasinya di Mulyorejo, Sukun, atau ujung barat dari pusat kota. Pengelolaan sampah di sana masih menggunakan sistem control landfill. Rencananya ke depan pengelolaan diubah menjadi sanitary landfill dan dibutuhkan kesiapan lahan.
Diduga ada kongkalikong antara Pemkot Malang dan DPRD soal rencana perluasan lahan, demi mewujudkan proyek sanitary landfill. Hingga akhirnya terbongkar dugaan suap dan gratifikasi dari Wali Kota Malang nonaktif Moch Anton.
Pengelolaan sampah dengan sistem sanitary landfill digagas Kementerian PUPR dengan menggandeng Bank Pembangunan Jerman. Selain Kota Malang, tiga daerah mendapatkan program yang sama, yakni Jombang, Sidoarjo dan Jambi.
Kini sudah ada 16 hektare lahan di TPA Supit Urang khusus untuk pengelolaan sampah dengan sistem sanitary landfill. Ditargetkan proyek akan berjalan pada 2020 mendatang.
"Sekarang lagi proses mobilisasi peralatan untuk sistem sanitary landfill. Lahan sudah ada 16 hektare, sistem ini (sanitary landfill) memang lebih bagus dalam pengelolaan sampah," ungkap Kepala UPT TPA Supit Urang Turut Setiaji kepada detikcom, Kamis (6/9/2018).
Ketika ditanya dugaan suap dan gratifikasi dalam pengelolaan sampah oleh KPK?. Dia sangat ragu, proyek sanitary landfill diberikan Kementerian PUPR menjadi biangnya.
"Proyek ini dari Kementerian PUPR, masak kementerian memberikan gratifikasi. Saya menjabat sejak 2016, dan DED sudah disetujui, hingga kini belum pernah diminta keterangan soal keterkaitan proyek sanitary sedang berjalan oleh KPK," tegasnya.
KPK menyatakan para anggota DPRD Kota Malang diduga menerima suap Rp 700 juta dan gratifikasi Rp 5,8 miliar. Gratifikasi itu terkait dana pengelolaan sampah di Kota Malang.
"Diduga para anggota DPRD menerima total Rp 700 juta untuk kasus suap dan Rp 5,8 miliar untuk dugaan gratifikasi. Dalam kasus dugaan gratifikasi terhadap anggota DPRD Malang ini, salah satu yang didalami penyidik adalah dugaan penerimaan terkait dana pengelolaan sampah di Kota Malang," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan.
Dia mengingatkan para tersangka untuk kooperatif. Febri juga menyatakan akan lebih baik jika para tersangka mengembalikan uang yang pernah diterima.
Dalam penanganannya KPK awalnya menyelidiki dugaan suap dalam pembahasan APBD-perubahan Kota Malang tahun 2015, penyelidikan berkembang menelusuri adanya uang pokok pikiran (pokir) dan uang sampah (dana pengelolaan sampah).
Tonton juga 'Ironi 41 Anggota DPRD Malang Jadi Tersangka Korupsi':
(fat/fat)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "TPA Supit Urang: Pemulung Mati hingga Korupsi Massal DPRD ..."
Post a Comment