Search

Aneka barang daur ulang meriahkan Karnaval Bunga Malang

Sejak siang, ribuan orang memadati pinggir Jalan Ijen, Kota Malang, Minggu (16/9). Ruas jalan sepanjang 800 meter itu telah disulap menjadi catwalk bagi 260 peserta Karnaval Bunga Malang atau Malang Flower Carnival (MFC) yang mengenakan kostum warna-warni dengan hiasan bunga Nusantara.

Pada MFC kedelapan ini, sejumlah peserta menggunakan bahan baku bekas yang didaur ulang.

Salah satu perancang busana, Tri Luminanti, memakai bekas gelas plastik minuman, pecahan kaca, dan sebagian kain perca.

Tak mudah untuk menghadirkan kostum dengan bahan baku daur ulang yang secara estetika menarik, glamor dan eksotis. Apalagi semuanya dikerjakan sendiri. Tri mengaku membutuhkan waktu selama sebulan untuk membuat kostum.

"Nyaris tak butuh biaya, cuma kain yang baru. Kalau kain bekas khawatir gatal di kulit," katanya, sebagaimana dilaporkan wartawan di Malang, Eko Widianto.

Untuk membuat kostum The Sun Flower Princess, Tri sengaja membentuk gelas plastik minuman seperti bunga matahari. Setelah rampung, dia mengenakan busana itu pada putrinya, Manika Cahaya Salsabila, siswa SD Ahmad Yani Kota Malang.

Penuh percaya diri, Manika berlenggak-lenggok bak model berjalan di Jalan Raya Ijen. Tabuhan perkusi mengiri setiap gerak para peserta MFC.

Menghadirkan elemen Nusantara

Berbeda dengan Tri, desainer dari Lembaga Kebudayaan Universitas Muhammadiyah Malang, Belinda Dewi Regina, menonjolkan tradisi dan budaya Nusantara.

Ia membuat dua kostum yakni Sumirat Surya Putri dan Beautiful Kidal Temple.

Kostum Sumirat Surya Putri merepresentasikan cahaya matahari atau Sang Surya. Kostum didominasi warna emas dengan ornamen bunga teratai, dilengkapi dengan topeng Panji Asrama Bangun—salah satu karakter topeng dalam budaya Panji.

Sedangkan Beautiful Kidal Temple didesain khusus terinspirasi dengan keindahan Candi Kidal, Kabupaten Malang.

Belinda bersama tiga temannya mengebut dalam mengerjakan kostum tersebut. Kostum dikerjakan di sela-sela mengajar. Ia sengaja mengangkat tradisi agar tampil berbeda sekaligus melestarikan budaya.

Setiap kostum menghabiskan Rp2 juta sampai Rp 3 juta. Selain itu, dia juga menggunakan sebagian bahan baku daur ulang mulai potongan kain, payet dan manik-manik.

"Ini serpihan yang tak terpakai," ujarnya.

Busana itu kemudian dipakai mahasiswi jurusan Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA) UMM, Rania Hamdy Ramadan.

Mahasiswi asal Mesir ini telah belajar di UMM sejak sebulan lalu. Rania juga harus belajar berjalan mengenakan kostum karena selama ini ia tak pernah belajar sebagai model untuk berjalan di atas catwalk.

Ketua MFC Agus Sunandar menjelaskan karnaval lebih menonjolkan bunga sesuai slogan Malang Kota Bunga.

Selain itu peserta juga diharapkan memanfaatkan bahan bekas dalam proses pembuatan busana.

"Komponen daur ulang paling banyak busa, yakni limbah industri pabrik sepatu dan tas. Sekitar 30% bahan baku daur ulang," katanya.

Agus mengatakan unsur penilaian busana terdiri dari desain, bahan daur ulang, koreografi, dan tata rias. Sedangkan kompetisi dibagi menjadi dua kategori, yakni untuk anak-anak dan umum.

Wisatawan ramaikan MFC

Peserta dan perancang tak hanya dari Malang dan kota-kota di Jawa Timur, tapi dari Bali, Kalimantan, hingga mancanegara seperti Belanda, Jerman, Mali, Mesir, dan Tajikistan.

Mahasiswa asal Mesir, Muhammad el Fouly, berada di antara kerumunan penonton. Dia tertarik menonton budaya dan tradisi Indonesia.

"Saya menikmati, banyak peserta. Ada banyak keragaman budaya, pakaian, dan tradisi yang ditampilkan. Seperti festival internasional, bukan lokal," ujarnya.

Salah seorang penonton asal Malang, Arum Sandi, menilai konsep karnaval itu cukup bagus.

Namun, menurutnya, konsep bahan baku daur ulang tak menonjol. "Lebih menarik jika bahan baku daur ulang ditonjolkan," katanya.

Sementara penonton asal Madiun, Frisa Tanjung, mengaku terkesan. "Ada yang menonjolkan topeng dan candi. Bunga-bunga dari Indonesia ditampilkan di sini."

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Malang, Ida Ayu Wahyuni, berharap MFC bisa menggerakkan sektor industri kreatif sehingga turut mendongkrak perekonomian dan menarik wisatawan.

Beranjak sore, semua peserta telah menghadirkan penampilkan terbaik. Ribuan warga berangsur-angsur meninggalkan Jalan Ijen yang sudah menjalankan tugasnya hari itu sebagai catwalk.

Let's block ads! (Why?)

Sejak siang, ribuan orang memadati pinggir Jalan Ijen, Kota Malang, Minggu (16/9). Ruas jalan sepanjang 800 meter itu telah disulap menjadi catwalk bagi 260 peserta Karnaval Bunga Malang atau Malang Flower Carnival (MFC) yang mengenakan kostum warna-warni dengan hiasan bunga Nusantara.

Pada MFC kedelapan ini, sejumlah peserta menggunakan bahan baku bekas yang didaur ulang.

Salah satu perancang busana, Tri Luminanti, memakai bekas gelas plastik minuman, pecahan kaca, dan sebagian kain perca.

Tak mudah untuk menghadirkan kostum dengan bahan baku daur ulang yang secara estetika menarik, glamor dan eksotis. Apalagi semuanya dikerjakan sendiri. Tri mengaku membutuhkan waktu selama sebulan untuk membuat kostum.

"Nyaris tak butuh biaya, cuma kain yang baru. Kalau kain bekas khawatir gatal di kulit," katanya, sebagaimana dilaporkan wartawan di Malang, Eko Widianto.

Untuk membuat kostum The Sun Flower Princess, Tri sengaja membentuk gelas plastik minuman seperti bunga matahari. Setelah rampung, dia mengenakan busana itu pada putrinya, Manika Cahaya Salsabila, siswa SD Ahmad Yani Kota Malang.

Penuh percaya diri, Manika berlenggak-lenggok bak model berjalan di Jalan Raya Ijen. Tabuhan perkusi mengiri setiap gerak para peserta MFC.

Menghadirkan elemen Nusantara

Berbeda dengan Tri, desainer dari Lembaga Kebudayaan Universitas Muhammadiyah Malang, Belinda Dewi Regina, menonjolkan tradisi dan budaya Nusantara.

Ia membuat dua kostum yakni Sumirat Surya Putri dan Beautiful Kidal Temple.

Kostum Sumirat Surya Putri merepresentasikan cahaya matahari atau Sang Surya. Kostum didominasi warna emas dengan ornamen bunga teratai, dilengkapi dengan topeng Panji Asrama Bangun—salah satu karakter topeng dalam budaya Panji.

Sedangkan Beautiful Kidal Temple didesain khusus terinspirasi dengan keindahan Candi Kidal, Kabupaten Malang.

Belinda bersama tiga temannya mengebut dalam mengerjakan kostum tersebut. Kostum dikerjakan di sela-sela mengajar. Ia sengaja mengangkat tradisi agar tampil berbeda sekaligus melestarikan budaya.

Setiap kostum menghabiskan Rp2 juta sampai Rp 3 juta. Selain itu, dia juga menggunakan sebagian bahan baku daur ulang mulai potongan kain, payet dan manik-manik.

"Ini serpihan yang tak terpakai," ujarnya.

Busana itu kemudian dipakai mahasiswi jurusan Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA) UMM, Rania Hamdy Ramadan.

Mahasiswi asal Mesir ini telah belajar di UMM sejak sebulan lalu. Rania juga harus belajar berjalan mengenakan kostum karena selama ini ia tak pernah belajar sebagai model untuk berjalan di atas catwalk.

Ketua MFC Agus Sunandar menjelaskan karnaval lebih menonjolkan bunga sesuai slogan Malang Kota Bunga.

Selain itu peserta juga diharapkan memanfaatkan bahan bekas dalam proses pembuatan busana.

"Komponen daur ulang paling banyak busa, yakni limbah industri pabrik sepatu dan tas. Sekitar 30% bahan baku daur ulang," katanya.

Agus mengatakan unsur penilaian busana terdiri dari desain, bahan daur ulang, koreografi, dan tata rias. Sedangkan kompetisi dibagi menjadi dua kategori, yakni untuk anak-anak dan umum.

Wisatawan ramaikan MFC

Peserta dan perancang tak hanya dari Malang dan kota-kota di Jawa Timur, tapi dari Bali, Kalimantan, hingga mancanegara seperti Belanda, Jerman, Mali, Mesir, dan Tajikistan.

Mahasiswa asal Mesir, Muhammad el Fouly, berada di antara kerumunan penonton. Dia tertarik menonton budaya dan tradisi Indonesia.

"Saya menikmati, banyak peserta. Ada banyak keragaman budaya, pakaian, dan tradisi yang ditampilkan. Seperti festival internasional, bukan lokal," ujarnya.

Salah seorang penonton asal Malang, Arum Sandi, menilai konsep karnaval itu cukup bagus.

Namun, menurutnya, konsep bahan baku daur ulang tak menonjol. "Lebih menarik jika bahan baku daur ulang ditonjolkan," katanya.

Sementara penonton asal Madiun, Frisa Tanjung, mengaku terkesan. "Ada yang menonjolkan topeng dan candi. Bunga-bunga dari Indonesia ditampilkan di sini."

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Malang, Ida Ayu Wahyuni, berharap MFC bisa menggerakkan sektor industri kreatif sehingga turut mendongkrak perekonomian dan menarik wisatawan.

Beranjak sore, semua peserta telah menghadirkan penampilkan terbaik. Ribuan warga berangsur-angsur meninggalkan Jalan Ijen yang sudah menjalankan tugasnya hari itu sebagai catwalk.

Let's block ads! (Why?)



Bagikan Berita Ini

0 Response to "Aneka barang daur ulang meriahkan Karnaval Bunga Malang"

Post a Comment

Powered by Blogger.