MALANG KOTA – Bayi kekurangan gizi masih menjadi problem serius di wilayah Malang Raya. Terbukti, jumlahnya malah meningkat meski berbagai program pencegahan telah digulirkan untuk mengatasi bayi yang mengalami masalah pertumbuhan hingga menjadi kerdil atau pendek. Bahkan di Kota Malang, kenaikan angka bayi stunting melejit dari sebelumnya 4,8 persen pada 2017 menjadi 20,82 persen di tahun 2018.
Hari ini (25/1), secara nasional diperingati sebagai Hari Gizi dan Makanan. Namun melihat peningkatan jumlah bayi stunting, Malang Raya bisa dikatakan tengah mengalami darurat gizi. Tak hanya di Kota Malang yang angkanya mencapai 7.074 bayi, di Kabupaten Malang kasus stunting tembus 25.587 bayi. Sementara di Kota Batu, jumlahnya naik dua kali lipat dari sebelumnya 660 menjadi 1.237 bayi. Praktis di Malang Raya, total kasus stunting sepanjang 2018 mencapai 33.898 bayi.
Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Malang Dr dr Asih Tri Rachmi menyatakan, jumlah bayi penderita stunting memang masih tinggi. ”Targetnya tentu jumlah penderita stunting bisa turun di tahun ini dibandingkan tahun lalu,” ujar Asih. Dia memastikan penyebab utama kasus stunting bukanlah karena keturunan atau gen orang tua. Namun, lebih kepada kurangnya keterpenuhan gizi bagi masing-masing bayi.
Kondisi itu dapat dialami bayi yang baru lahir jika asupan gizinya kurang terpenuhi sejak masih di dalam kandungan. ”Jadi, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting adalah membiasakan ibu bayi untuk tidak hanya mengonsumsi karbohidrat, tapi juga banyak protein,” katanya.
Dari pendataan di 16 puskesmas di Kota Malang, jumlah kasus stunting masih cukup memprihatinkan. Hingga akhir 2018, tercatat dari 59.000 bayi dan balita, 7.074 di antaranya atau 20,82 persen mengalami stunting.
Meifta Eti Winindar, kepala seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Kota Malang, menambahkan, dari total 7.074 bayi yang mengalami stunting tersebut terdeteksi di 16 puskesmas yang menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Kota Malang.
Jumlah bayi stunting terbanyak ditemukan di Puskesmas Kedungkandang yang menangani 1.565 bayi stunting. Disusul Puskesmas Kendalkerep 702 bayi dan Puskesmas Ciptomulyo 668 bayi (selengkapnya baca grafis).
”Di Kedungkandang terbanyak karena dipengaruhi beberapa faktor. Seperti sanitasi yang cenderung minim, pendidikan, maupun faktor daya beli masyarakat yang relatif rendah,” terang Meifta.
Dia mengakui, angka stunting tahun 2018 meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sebab, di tahun 2016 tercatat 3.568 kasus dan 2017 sebanyak 2.519 kasus. ”Untuk stunting pada 2015–2017, kami sudah mengukur. Tapi, belum kami standardisasi, baik dari sisi kemampuan kader yang mengukur maupun dari alat-alatnya,” ucapnya.
Jadi, masih menurut Meifta, begitu pada tahun 2018 dengan melakukan standardisasi melalui perbaikan kemampuan kader, alat-alat, dan dengan penghitungan menggunakan IT, jumlah kasus anak yang mengalami stunting melonjak hingga 20,82 persen. ”Dari jumlah tersebut, 14,29 persen atau 4.865 adalah anak dengan kriteria stunting pendek. Sedangkan 6,55 persen atau 2.229 adalah anak dengan kriteria stunting sangat pendek,” bebernya.
Pewarta : Andini, Farik Fajarwati, Badar
Copy Editor : Dwi Lindawati
Penyunting : Ahmad Yani
MALANG KOTA – Bayi kekurangan gizi masih menjadi problem serius di wilayah Malang Raya. Terbukti, jumlahnya malah meningkat meski berbagai program pencegahan telah digulirkan untuk mengatasi bayi yang mengalami masalah pertumbuhan hingga menjadi kerdil atau pendek. Bahkan di Kota Malang, kenaikan angka bayi stunting melejit dari sebelumnya 4,8 persen pada 2017 menjadi 20,82 persen di tahun 2018.
Hari ini (25/1), secara nasional diperingati sebagai Hari Gizi dan Makanan. Namun melihat peningkatan jumlah bayi stunting, Malang Raya bisa dikatakan tengah mengalami darurat gizi. Tak hanya di Kota Malang yang angkanya mencapai 7.074 bayi, di Kabupaten Malang kasus stunting tembus 25.587 bayi. Sementara di Kota Batu, jumlahnya naik dua kali lipat dari sebelumnya 660 menjadi 1.237 bayi. Praktis di Malang Raya, total kasus stunting sepanjang 2018 mencapai 33.898 bayi.
Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Malang Dr dr Asih Tri Rachmi menyatakan, jumlah bayi penderita stunting memang masih tinggi. ”Targetnya tentu jumlah penderita stunting bisa turun di tahun ini dibandingkan tahun lalu,” ujar Asih. Dia memastikan penyebab utama kasus stunting bukanlah karena keturunan atau gen orang tua. Namun, lebih kepada kurangnya keterpenuhan gizi bagi masing-masing bayi.
Kondisi itu dapat dialami bayi yang baru lahir jika asupan gizinya kurang terpenuhi sejak masih di dalam kandungan. ”Jadi, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting adalah membiasakan ibu bayi untuk tidak hanya mengonsumsi karbohidrat, tapi juga banyak protein,” katanya.
Dari pendataan di 16 puskesmas di Kota Malang, jumlah kasus stunting masih cukup memprihatinkan. Hingga akhir 2018, tercatat dari 59.000 bayi dan balita, 7.074 di antaranya atau 20,82 persen mengalami stunting.
Meifta Eti Winindar, kepala seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Kota Malang, menambahkan, dari total 7.074 bayi yang mengalami stunting tersebut terdeteksi di 16 puskesmas yang menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Kota Malang.
Jumlah bayi stunting terbanyak ditemukan di Puskesmas Kedungkandang yang menangani 1.565 bayi stunting. Disusul Puskesmas Kendalkerep 702 bayi dan Puskesmas Ciptomulyo 668 bayi (selengkapnya baca grafis).
”Di Kedungkandang terbanyak karena dipengaruhi beberapa faktor. Seperti sanitasi yang cenderung minim, pendidikan, maupun faktor daya beli masyarakat yang relatif rendah,” terang Meifta.
Dia mengakui, angka stunting tahun 2018 meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sebab, di tahun 2016 tercatat 3.568 kasus dan 2017 sebanyak 2.519 kasus. ”Untuk stunting pada 2015–2017, kami sudah mengukur. Tapi, belum kami standardisasi, baik dari sisi kemampuan kader yang mengukur maupun dari alat-alatnya,” ucapnya.
Jadi, masih menurut Meifta, begitu pada tahun 2018 dengan melakukan standardisasi melalui perbaikan kemampuan kader, alat-alat, dan dengan penghitungan menggunakan IT, jumlah kasus anak yang mengalami stunting melonjak hingga 20,82 persen. ”Dari jumlah tersebut, 14,29 persen atau 4.865 adalah anak dengan kriteria stunting pendek. Sedangkan 6,55 persen atau 2.229 adalah anak dengan kriteria stunting sangat pendek,” bebernya.
Pewarta : Andini, Farik Fajarwati, Badar
Copy Editor : Dwi Lindawati
Penyunting : Ahmad Yani
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Astaga! 33 Ribu Bayi Di Malang Raya Derita Gizi Buruk - Jawa Pos Radar Malang"
Post a Comment