MALANG KOTA – Berbagai masalah cagar budaya (CB) tersaji dalam acara rancangan peraturan wali kota (perwali) cagar budaya, Kamis (2/8). Salah satunya adalah tidak adanya aturan yang mengikat CB, sehingga mudah dialihfungsikan. \
Seperti yang disampaikan Devan Firmansyah, anggota Komunitas Jelajah Jejak Malang (KJJM) Kota Malang. Devan mencontohkan, adanya cagar budaya yang justru dibangun tempat belanja. Hal ini terjadi karena tidak adanya aturan yang mampu melindungi bukti sejarah tersebut. ”Lha tempat kedaton Raja Gajayana malah jadi mal (Malang Olympic Garden). Terus sebagai generasi muda, bagaimana cara kami menjelaskan ke anak cucu nanti?” ucapnya lantas disambut tawa kecil hadirin.
Perlu diketahui, area yang menjadi bangunan MOG tersebut dahulunya adalah kedaton Raja Gajayana. Tapi, diduga kuat, tempat tersebut beralih fungsi karena tidak adanya aturan tentang cagar budaya. Selain itu, tidak adanya data detail tentang CB juga menjadi salah satu pemicu mudahnya oknum tertentu untuk mengubahnya. Sehingga, aturan tersebut dinilai sangat mendesak. ”Tidak ada kata terlambat, lebih baik disegerakan aturan itu,” saran Budi Fathoni, peserta rapat lain.
Sementara itu, Kasi Pemasaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Malang Agung Buana mengakui jika hingga kemarin, pihaknya belum ada data. Karena masih dalam proses pendataan. ”Akhir tahun ini kami targetkan tuntas (pendataannya),” terang pria asal Bojonegoro ini.
Dia menambahkan, jumlah total CB di Kota Malang diperkirakan mencapai sekitar 509 tempat. Jumlah ini tersebar di lima kecamatan: Sukun, Klojen, Lowokwaru, Blimbing, dan Kedungkandang. Seperti kompleks SMAN Tugu, gedung Bank Indonesia, Klenteng Eng An Kiong, Hotel Pelangi, dan koleksi Museum Mpu Purwa. Praktis, tempat-tempat ini rawan dibongkar pemiliknya jika tak segera ada aturan yang diterbitkan pemkot. ”Kami masih proses pendataan,” imbuhnya.
Tak hanya itu, masih kata dia, perda tersebut ditargetkan tuntas maksimal akhir tahun ini. Sehingga, CB di Kota Malang bisa terlindungi. ”Akhir tahun ini, kami targetkan selesai (perda-nya),” ungkap pria yang tinggal di Kota Malang sejak tahun 1992 ini.
Lebih lanjut, pihaknya juga bakal mengusahakan adanya reward bagi cagar budaya tersebut. Namun, bentuknya masih akan digodok nantinya. Seperti penghapusan pajak atau diskon bagi CB berupa bangunan. ”Idealnya memang ada reward dan sanksinya,” tandasnya.
Pewarta: Imam Nasrodin
Editor: Amalia
Penyunting: Irham Thoriq
MALANG KOTA – Berbagai masalah cagar budaya (CB) tersaji dalam acara rancangan peraturan wali kota (perwali) cagar budaya, Kamis (2/8). Salah satunya adalah tidak adanya aturan yang mengikat CB, sehingga mudah dialihfungsikan. \
Seperti yang disampaikan Devan Firmansyah, anggota Komunitas Jelajah Jejak Malang (KJJM) Kota Malang. Devan mencontohkan, adanya cagar budaya yang justru dibangun tempat belanja. Hal ini terjadi karena tidak adanya aturan yang mampu melindungi bukti sejarah tersebut. ”Lha tempat kedaton Raja Gajayana malah jadi mal (Malang Olympic Garden). Terus sebagai generasi muda, bagaimana cara kami menjelaskan ke anak cucu nanti?” ucapnya lantas disambut tawa kecil hadirin.
Perlu diketahui, area yang menjadi bangunan MOG tersebut dahulunya adalah kedaton Raja Gajayana. Tapi, diduga kuat, tempat tersebut beralih fungsi karena tidak adanya aturan tentang cagar budaya. Selain itu, tidak adanya data detail tentang CB juga menjadi salah satu pemicu mudahnya oknum tertentu untuk mengubahnya. Sehingga, aturan tersebut dinilai sangat mendesak. ”Tidak ada kata terlambat, lebih baik disegerakan aturan itu,” saran Budi Fathoni, peserta rapat lain.
Sementara itu, Kasi Pemasaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Malang Agung Buana mengakui jika hingga kemarin, pihaknya belum ada data. Karena masih dalam proses pendataan. ”Akhir tahun ini kami targetkan tuntas (pendataannya),” terang pria asal Bojonegoro ini.
Dia menambahkan, jumlah total CB di Kota Malang diperkirakan mencapai sekitar 509 tempat. Jumlah ini tersebar di lima kecamatan: Sukun, Klojen, Lowokwaru, Blimbing, dan Kedungkandang. Seperti kompleks SMAN Tugu, gedung Bank Indonesia, Klenteng Eng An Kiong, Hotel Pelangi, dan koleksi Museum Mpu Purwa. Praktis, tempat-tempat ini rawan dibongkar pemiliknya jika tak segera ada aturan yang diterbitkan pemkot. ”Kami masih proses pendataan,” imbuhnya.
Tak hanya itu, masih kata dia, perda tersebut ditargetkan tuntas maksimal akhir tahun ini. Sehingga, CB di Kota Malang bisa terlindungi. ”Akhir tahun ini, kami targetkan selesai (perda-nya),” ungkap pria yang tinggal di Kota Malang sejak tahun 1992 ini.
Lebih lanjut, pihaknya juga bakal mengusahakan adanya reward bagi cagar budaya tersebut. Namun, bentuknya masih akan digodok nantinya. Seperti penghapusan pajak atau diskon bagi CB berupa bangunan. ”Idealnya memang ada reward dan sanksinya,” tandasnya.
Pewarta: Imam Nasrodin
Editor: Amalia
Penyunting: Irham Thoriq
Bagikan Berita Ini
0 Response to "509 Cagar Budaya di Kota Malang Terancam Punah"
Post a Comment