Dari kebisingan dan keramaian Malang terdapat tempat yang asyik untuk minum kopi, yaitu ditempatnya Bango Samparan. Tempat Bango Samparan dalam naskah Pararton berada di Karuman yang sekarang tepatnya di Kelurahan Tlogomas, Kota Malang.
Saat masuk ke Tlogomas Gang 8 terdapat situs Mbah Karuman yang terdapat sebuah fragmen batu bata kuno dan arca berbentuk lembu. Lembu itu disebut sebagai Lembu Nandini tunggangan Dewa Siwa dengan kondisi kepala yang hilang.
Dari situ situ lanjutkan perjalanan ke timur menuruni jalan. Di sana terdapat warung kopi yang bangunanya terbuat dari bambu. Tidak jauh dari tempat itu ada sumber mata air yang masih digunakan masyarakat yang berasal dari Arung Kuno berupa saluran air.
Dalam naskah Pararaton, Bango Samparan merupakan tokoh pejudi dari Karuman. Ia menjadi ayah angkat Ken Angrok (pendiri Kerajaan Tumapel).
Bango Samparan mengalami kekalahan saat berjudi di Karuman. Saat ditagih dan tidak memiliki uang, Bango Samparan pergi berziarah ke tempat keramat yaitu Rabut (Bukit) Jalu. Di Rabut Jalu itu ia menerima suatu petunjuk untuk pulang ke Karuman agar bertemu Ken Angrok yang akan menyelesaikan hutan.
Saat pulang dari Rabut Jalu, bertemulah ia dengan Ken Angrok dan diangkatlah menjadi anak. Ia pun berangkat ke tempat bandar judi untuk berjudi dan akhirnya menang.
Ken Angrok dibawa pulang oleh Bango Samparan. Bango Samparan memiliki dua istri, yaitu Genuk Buntu dan Tirtaja.
Dengan istri pertama, Bango Samparan tidak memiliki keturunan sehingga Ken Angrok diambil menjadi anak. Dengan Tirtaja, Bango Samparan memiliki anak Panji Bawuk, Panji Kuncang, Panji Kunal, Panji Kenengkung, dan si bungsu perempuan bernama Cucu-Puranti.
Lama berada di Karuman, Ken Angrok tidak sehati dengan anak laki-laki Bango Samparan sehingga ia pergi dari Karuman.
Ken Angrok datang Ke Karuman lagi ketika ia meminta restu dan saran untuk merebut Ken Dedes dari Tunggu Ametung. Saat itu, Bango Sanparan memberikan saran untuk membuat senjata keris kepada temannya yaitu Mpu Gandring.
Warung kopi yang terletak di desa kuno itu tempatnya di bantaran Sungai Brantas yang sangat asri dan begitu menenangkan bagi seseorang yang ingin jauh dari keramain kota. Banyak pepohonan dan bambu yang menjulang menutupi langit. Sinar matahari hanya menembus celah-celah pepohonan.
Saat tertiup angin, pohon akan berbunyi bersatu padu membentuk harmoni suara bersama burung dan air sungai yang mengalir. Terdapat juga jembatan layang biru untuk melewati sungai yang aliran airnya sangat deras.
Eko Prasetyo
Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Negeri Malang
Dari kebisingan dan keramaian Malang terdapat tempat yang asyik untuk minum kopi, yaitu ditempatnya Bango Samparan. Tempat Bango Samparan dalam naskah Pararton berada di Karuman yang sekarang tepatnya di Kelurahan Tlogomas, Kota Malang.
Saat masuk ke Tlogomas Gang 8 terdapat situs Mbah Karuman yang terdapat sebuah fragmen batu bata kuno dan arca berbentuk lembu. Lembu itu disebut sebagai Lembu Nandini tunggangan Dewa Siwa dengan kondisi kepala yang hilang.
Dari situ situ lanjutkan perjalanan ke timur menuruni jalan. Di sana terdapat warung kopi yang bangunanya terbuat dari bambu. Tidak jauh dari tempat itu ada sumber mata air yang masih digunakan masyarakat yang berasal dari Arung Kuno berupa saluran air.
Dalam naskah Pararaton, Bango Samparan merupakan tokoh pejudi dari Karuman. Ia menjadi ayah angkat Ken Angrok (pendiri Kerajaan Tumapel).
Bango Samparan mengalami kekalahan saat berjudi di Karuman. Saat ditagih dan tidak memiliki uang, Bango Samparan pergi berziarah ke tempat keramat yaitu Rabut (Bukit) Jalu. Di Rabut Jalu itu ia menerima suatu petunjuk untuk pulang ke Karuman agar bertemu Ken Angrok yang akan menyelesaikan hutan.
Saat pulang dari Rabut Jalu, bertemulah ia dengan Ken Angrok dan diangkatlah menjadi anak. Ia pun berangkat ke tempat bandar judi untuk berjudi dan akhirnya menang.
Ken Angrok dibawa pulang oleh Bango Samparan. Bango Samparan memiliki dua istri, yaitu Genuk Buntu dan Tirtaja.
Dengan istri pertama, Bango Samparan tidak memiliki keturunan sehingga Ken Angrok diambil menjadi anak. Dengan Tirtaja, Bango Samparan memiliki anak Panji Bawuk, Panji Kuncang, Panji Kunal, Panji Kenengkung, dan si bungsu perempuan bernama Cucu-Puranti.
Lama berada di Karuman, Ken Angrok tidak sehati dengan anak laki-laki Bango Samparan sehingga ia pergi dari Karuman.
Ken Angrok datang Ke Karuman lagi ketika ia meminta restu dan saran untuk merebut Ken Dedes dari Tunggu Ametung. Saat itu, Bango Sanparan memberikan saran untuk membuat senjata keris kepada temannya yaitu Mpu Gandring.
Warung kopi yang terletak di desa kuno itu tempatnya di bantaran Sungai Brantas yang sangat asri dan begitu menenangkan bagi seseorang yang ingin jauh dari keramain kota. Banyak pepohonan dan bambu yang menjulang menutupi langit. Sinar matahari hanya menembus celah-celah pepohonan.
Saat tertiup angin, pohon akan berbunyi bersatu padu membentuk harmoni suara bersama burung dan air sungai yang mengalir. Terdapat juga jembatan layang biru untuk melewati sungai yang aliran airnya sangat deras.
Eko Prasetyo
Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Negeri Malang
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Malang Macet, Ngadem Saja di Bango Samparan Tlogomas"
Post a Comment