Search

Kemandirian Disabilitas di Kota Malang Terhalang Minimnya Fasilitas

SURYAMALANG.COM, KLOJEN – Kurangnya aksesibilitas di Kota Malang banyak dikeluhkan oleh warga yang disabilitas. Padahal, aksesibilitas sangat diperlukan untuk mendukung kemandirian disabilitas. Minimnya aksesibilitas justru membuat disabilitas tidak produktif.

Kota Malang sendiri sebetulnya memiliki Perda no 2 Tahun 2014 Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas. Namun sebagian besar kalangan disabilitas menilai implementasi Perda itu tidak maksimal.

Di dalam Perda itu, terdapat peraturan supaya aksesibilitas di Kota Malang terjangkau bagi disabilitas. Namun nyatanya, hingga menjelang Pilkada 2018 ini, masih banyak tempat-tempat yang tidak aksesibel di Kota Malang. Termasuk di sejumlah tempat pelayanan publik dan kantor kedinasan.

Dalam pasal 5, ayat 1 Perda itu, disebutkan Penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan penyandang disabilitas bertujuan untuk mewujudkan kemandirian, kesamaan hak dan kesempatan serta meningkatkan kemampuan penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

Supriadi, warga Lowokwaru yang juga Ketua Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) Kota Malang adalah salah satu warga Kota Malang yang mengeluhkan masih minimnya aksesibilitas di Kota Malang. Bahkan, ia sendiri sangat jarang ke kantor-kantor kedinasan karena tidak adanya akses di sana.

“Menurut saya, kantor-kantor belum layak, belum aksesibel,” paparnya.

Bagi Supriadi yang tunanetra, akses yang dibutuhkan adalah guiding blok. Namun ia menegaskan, akses tidak hanya diperuntukkan bagi tuna netra saja. Akses juga harus diberikan kepada kelompok disabilitas lainnya seperti kelompok tuna daksa dan tuli.

“Aksesnya bukan cuma saya saja. Termasuk disabilitas yang lain juga. Ramnya ketinggian. DPRD itu malah tidak ada,” terangnya, Sabtu (31/3/2018).

Jika ingin ke kantor kedinasan, Supriadi terpaksa mencari pendamping. Dari pengakuannya, ia kerap meminta tukang ojek yang mengantarkannya menjadi pendamping. Kalau tidak ada pendamping, Supriadi dan petugas akan menemui kesulitan.

Menurut Supriadi, sejauh ini Pemkot Malang belum memberikan perhatian serius kepada kelompok disabilitas. Organisasi-organisasi disabilitas jarang mendapat perhatian. Itu menyebabkan kinerja organisasi kurang maksimal.

Let's block ads! (Why?)

SURYAMALANG.COM, KLOJEN – Kurangnya aksesibilitas di Kota Malang banyak dikeluhkan oleh warga yang disabilitas. Padahal, aksesibilitas sangat diperlukan untuk mendukung kemandirian disabilitas. Minimnya aksesibilitas justru membuat disabilitas tidak produktif.

Kota Malang sendiri sebetulnya memiliki Perda no 2 Tahun 2014 Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas. Namun sebagian besar kalangan disabilitas menilai implementasi Perda itu tidak maksimal.

Di dalam Perda itu, terdapat peraturan supaya aksesibilitas di Kota Malang terjangkau bagi disabilitas. Namun nyatanya, hingga menjelang Pilkada 2018 ini, masih banyak tempat-tempat yang tidak aksesibel di Kota Malang. Termasuk di sejumlah tempat pelayanan publik dan kantor kedinasan.

Dalam pasal 5, ayat 1 Perda itu, disebutkan Penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan penyandang disabilitas bertujuan untuk mewujudkan kemandirian, kesamaan hak dan kesempatan serta meningkatkan kemampuan penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

Supriadi, warga Lowokwaru yang juga Ketua Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) Kota Malang adalah salah satu warga Kota Malang yang mengeluhkan masih minimnya aksesibilitas di Kota Malang. Bahkan, ia sendiri sangat jarang ke kantor-kantor kedinasan karena tidak adanya akses di sana.

“Menurut saya, kantor-kantor belum layak, belum aksesibel,” paparnya.

Bagi Supriadi yang tunanetra, akses yang dibutuhkan adalah guiding blok. Namun ia menegaskan, akses tidak hanya diperuntukkan bagi tuna netra saja. Akses juga harus diberikan kepada kelompok disabilitas lainnya seperti kelompok tuna daksa dan tuli.

“Aksesnya bukan cuma saya saja. Termasuk disabilitas yang lain juga. Ramnya ketinggian. DPRD itu malah tidak ada,” terangnya, Sabtu (31/3/2018).

Jika ingin ke kantor kedinasan, Supriadi terpaksa mencari pendamping. Dari pengakuannya, ia kerap meminta tukang ojek yang mengantarkannya menjadi pendamping. Kalau tidak ada pendamping, Supriadi dan petugas akan menemui kesulitan.

Menurut Supriadi, sejauh ini Pemkot Malang belum memberikan perhatian serius kepada kelompok disabilitas. Organisasi-organisasi disabilitas jarang mendapat perhatian. Itu menyebabkan kinerja organisasi kurang maksimal.

Let's block ads! (Why?)



Bagikan Berita Ini

0 Response to "Kemandirian Disabilitas di Kota Malang Terhalang Minimnya Fasilitas"

Post a Comment

Powered by Blogger.