Search

Polisi Mediasi Kericuhan Mahasiswa Asal Papua dan Warga di ...

MALANG, KOMPAS.com - Polres Malang Kota melakukan mediasi antara mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan warga Kelurahan Dinoyo, Kelurahan Lowokwaru, Kota Malang di ruang pertemuan utama Polres Malang Kota, Senin (2/7/2018).

Mediasi itu terkait kericuhan yang terjadi antara kedua belah pihak pada Minggu (1/7/2018) malam di Jalan MT Haryono gang 8C RT 3 RW 4 nomor 986 Kelurahan Dinoyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang.

Kericuhan itu dipicu oleh keresahan warga terhadap mahasiswa asal Papua yang dianggap tidak menghargai kearifan lokal.

Puncaknya ketika warga mendengar mahasiswa tersebut hendak memutar film yang berkaitan dengan sejarah gerakan kemerdekaan Papua.

Baca juga: Seorang Camat dan 2 Polisi Tewas Ditembak KKB di Distrik Torere Papua

Warga lalu mengimbau untuk tidak melakukan pemutaran film tersebut karena dinilai mengancam keutuhan NKRI.

"Dapat dari medsos bahwa akan ada pemutaran film di RT saya. Intinya kita sama Pak RW dan masyarakat yang lain berkoordinasi untuk memberi imbauan kepada teman - teman Papua untuk tidak melakukan pemutaran film yang kita sebut tadi," kata Ketua RT 3 RW 4 Didit Widianto.

"Kalau saudara - saudara tinggal di Indonesia, NKRI harga mati. Semua ikuti aturan yang sudah berlaku," imbuhnya.

Selain itu, persoalan juga dipicu oleh rumah yang merupakan sekretariat bersama mahasiswa Papua. Rumah tersebut sudah habis masa kontraknya.

"Sebetulnya kita hanya konsolidasi dan memberi tahu. Kita tidak mengusir, intinya batas kontrak sudah habis per 20 Juni. Tapi kenyataan dia masih ada di kontrakan itu," katanya.

Baca juga: Pesawat Trigana Air Ditembak di Bandara Kenyam di Nduga, Pilot Terluka

Muhammad Ali Mansur, pemilik rumah mengaku sudah mendengar keresahan dari masyarakat terhadap mahasiswa asal Papua yang mengkontrak di rumahnya. Namun pihaknya memilih untuk mempertahankan para mahasiswa tersebut karena masa kontraknya belum habis.

"Saya sebagai pemilik rumah terus terang beberapa bulan yang lalu, ada teman - teman ini dari Pak RT, Pak RW datang ke rumah, dengan melaporkan keresahan kepada anak - anak yang ngontrak," katanya.

"Saya merespon, saya mendengarkan, saya memperhatikan suara masyarakat. Ada juga yang menyuarakan hari ini diusir. Saya masih mempertahankannya. Karena kalau disuruh keluar (saat itu juga) nanti melanggar hak asasi manusia. Blak - blakan saya katakan, tunggu," katanya.

Kemudian setelah masa kontrak rumah itu habis pada 20 Juni 2018 lalu, ia meminta kepada mahasiswa Papua yang ada di rumah tersebut untuk keluar.

Baca juga: Sebelum Tewas Ditembak, Margaretha Bilang Rumahnya Dikepung Anggota KKB

"Tetapi anak ini sangat bandel sekali. Saya sudah peringatkan jauh - jauh hari. Saudara tanggal 20 Juni sudah harus keluar," ungkapnya.

Perwakilan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Yohanes John Giyai menduga, kericuhan itu diintervensi oleh oknum militer dan polisi. Sebab, pihaknya sudah sembilan tahun tinggal di rumah tersebut dan tidak pernah ada persoalan.

"Sekarang mahasiswa dibubarkan sebenarnya konfliknya bukan dengan warga. Itu intervensi militer. Cuma dibuat seakan - akan konflik horizontal," katanya.

"Pada dasarnya alasan pemondokan itu adalah penggiringan isu, tapi pada intinya adalah pengusiran karena pemutaran film Papua Merdeka," imbuhnya.

Sementara itu, diskusi dan pemutaran film sejarah gerakan Papua Merdeka menurutnya bagian dari kegiatan intelektual mahasiswa asal Papua.

"Apa yang kami diskusikan, apa yang kami tonton itu adalah bagian dari proses intelektualitas kami," ungkapnya.

Baca juga: Dua Anggota Polres Puncak Jaya yang Dihadang Anggota KKB Belum Ditemukan

Kapolres Malang Kota, AKBP Asfuri membantah tuduhan adanya keterlibatan anggota Polri dalam kericuhan itu. Menurutnya, anggota polisi yang datang ke lokasi hanya untuk menengahi kericuhan tersebut.

"Aparat Polri yang datang berusaha untuk menengahi. Baik warga Dinoyo yang ikut terlibat maupun warga Papua. Kita tidak mau ada konflik, ada permasalahan," katanya.

Dikatakannya, semua warga negara berhak menyampaikan aspirasinya. Namun, setiap warga negara harus mengikuti aturan yang berlaku.

"Semua berhak menyampaikan aspirasinya. Namun penyampaian aspirasi diatur oleh undang - undang. Disitu ada hak dan kewajiban," katanya.

Baca juga: Pesawat Dimonim Ditembak KKB di Bandara Kenyam Papua, Kopilot Terluka

Komandan Kodim 0833 Kota Malang, Lekol Infanteri Nurul Yaqin juga membantah tuduhan ada intervensi pihak militer.

"Kalau ada keterlibatan militer, polisi, saya pertanyakan lagi. Loreng tidak semua militer," katanya.

Nurul meminta supaya mahasiswa Papua yang ada di Malang untuk menghargai kearifan lokal. Termasuk tidak membuat keresahan di tengah masyarakat.

"Cuma pesan saya, hargai lah kearifan lokal, hargai lah aturan yang berlaku, pasti adek - adek dihargai," katanya.

Wali Kota Malang, Sutiaji mengatakan, kericuhan tersebut sudah mencoreng nama baik Kota Malang yang selama ini dikenal kondusif. Ia meminta kepada seluruh mahasiswa Papua untuk menjaga kearifan lokal yang ada di Kota Malang dan bersama - sama membangun Papua.

"Tamparan bagi kami yang Arema, Malang dikenal kondusif. Saya sadari mungkin teman - teman mahasiswa Papua yang masih muda dan idealis ayo bersama - sama bangun Papua," katanya.

Kompas TV Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahyanto meninjau keamanan di Papua pasca-Pilkada serentak 27 Juni lalu.


Let's block ads! (Why?)

MALANG, KOMPAS.com - Polres Malang Kota melakukan mediasi antara mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan warga Kelurahan Dinoyo, Kelurahan Lowokwaru, Kota Malang di ruang pertemuan utama Polres Malang Kota, Senin (2/7/2018).

Mediasi itu terkait kericuhan yang terjadi antara kedua belah pihak pada Minggu (1/7/2018) malam di Jalan MT Haryono gang 8C RT 3 RW 4 nomor 986 Kelurahan Dinoyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang.

Kericuhan itu dipicu oleh keresahan warga terhadap mahasiswa asal Papua yang dianggap tidak menghargai kearifan lokal.

Puncaknya ketika warga mendengar mahasiswa tersebut hendak memutar film yang berkaitan dengan sejarah gerakan kemerdekaan Papua.

Baca juga: Seorang Camat dan 2 Polisi Tewas Ditembak KKB di Distrik Torere Papua

Warga lalu mengimbau untuk tidak melakukan pemutaran film tersebut karena dinilai mengancam keutuhan NKRI.

"Dapat dari medsos bahwa akan ada pemutaran film di RT saya. Intinya kita sama Pak RW dan masyarakat yang lain berkoordinasi untuk memberi imbauan kepada teman - teman Papua untuk tidak melakukan pemutaran film yang kita sebut tadi," kata Ketua RT 3 RW 4 Didit Widianto.

"Kalau saudara - saudara tinggal di Indonesia, NKRI harga mati. Semua ikuti aturan yang sudah berlaku," imbuhnya.

Selain itu, persoalan juga dipicu oleh rumah yang merupakan sekretariat bersama mahasiswa Papua. Rumah tersebut sudah habis masa kontraknya.

"Sebetulnya kita hanya konsolidasi dan memberi tahu. Kita tidak mengusir, intinya batas kontrak sudah habis per 20 Juni. Tapi kenyataan dia masih ada di kontrakan itu," katanya.

Baca juga: Pesawat Trigana Air Ditembak di Bandara Kenyam di Nduga, Pilot Terluka

Muhammad Ali Mansur, pemilik rumah mengaku sudah mendengar keresahan dari masyarakat terhadap mahasiswa asal Papua yang mengkontrak di rumahnya. Namun pihaknya memilih untuk mempertahankan para mahasiswa tersebut karena masa kontraknya belum habis.

"Saya sebagai pemilik rumah terus terang beberapa bulan yang lalu, ada teman - teman ini dari Pak RT, Pak RW datang ke rumah, dengan melaporkan keresahan kepada anak - anak yang ngontrak," katanya.

"Saya merespon, saya mendengarkan, saya memperhatikan suara masyarakat. Ada juga yang menyuarakan hari ini diusir. Saya masih mempertahankannya. Karena kalau disuruh keluar (saat itu juga) nanti melanggar hak asasi manusia. Blak - blakan saya katakan, tunggu," katanya.

Kemudian setelah masa kontrak rumah itu habis pada 20 Juni 2018 lalu, ia meminta kepada mahasiswa Papua yang ada di rumah tersebut untuk keluar.

Baca juga: Sebelum Tewas Ditembak, Margaretha Bilang Rumahnya Dikepung Anggota KKB

"Tetapi anak ini sangat bandel sekali. Saya sudah peringatkan jauh - jauh hari. Saudara tanggal 20 Juni sudah harus keluar," ungkapnya.

Perwakilan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Yohanes John Giyai menduga, kericuhan itu diintervensi oleh oknum militer dan polisi. Sebab, pihaknya sudah sembilan tahun tinggal di rumah tersebut dan tidak pernah ada persoalan.

"Sekarang mahasiswa dibubarkan sebenarnya konfliknya bukan dengan warga. Itu intervensi militer. Cuma dibuat seakan - akan konflik horizontal," katanya.

"Pada dasarnya alasan pemondokan itu adalah penggiringan isu, tapi pada intinya adalah pengusiran karena pemutaran film Papua Merdeka," imbuhnya.

Sementara itu, diskusi dan pemutaran film sejarah gerakan Papua Merdeka menurutnya bagian dari kegiatan intelektual mahasiswa asal Papua.

"Apa yang kami diskusikan, apa yang kami tonton itu adalah bagian dari proses intelektualitas kami," ungkapnya.

Baca juga: Dua Anggota Polres Puncak Jaya yang Dihadang Anggota KKB Belum Ditemukan

Kapolres Malang Kota, AKBP Asfuri membantah tuduhan adanya keterlibatan anggota Polri dalam kericuhan itu. Menurutnya, anggota polisi yang datang ke lokasi hanya untuk menengahi kericuhan tersebut.

"Aparat Polri yang datang berusaha untuk menengahi. Baik warga Dinoyo yang ikut terlibat maupun warga Papua. Kita tidak mau ada konflik, ada permasalahan," katanya.

Dikatakannya, semua warga negara berhak menyampaikan aspirasinya. Namun, setiap warga negara harus mengikuti aturan yang berlaku.

"Semua berhak menyampaikan aspirasinya. Namun penyampaian aspirasi diatur oleh undang - undang. Disitu ada hak dan kewajiban," katanya.

Baca juga: Pesawat Dimonim Ditembak KKB di Bandara Kenyam Papua, Kopilot Terluka

Komandan Kodim 0833 Kota Malang, Lekol Infanteri Nurul Yaqin juga membantah tuduhan ada intervensi pihak militer.

"Kalau ada keterlibatan militer, polisi, saya pertanyakan lagi. Loreng tidak semua militer," katanya.

Nurul meminta supaya mahasiswa Papua yang ada di Malang untuk menghargai kearifan lokal. Termasuk tidak membuat keresahan di tengah masyarakat.

"Cuma pesan saya, hargai lah kearifan lokal, hargai lah aturan yang berlaku, pasti adek - adek dihargai," katanya.

Wali Kota Malang, Sutiaji mengatakan, kericuhan tersebut sudah mencoreng nama baik Kota Malang yang selama ini dikenal kondusif. Ia meminta kepada seluruh mahasiswa Papua untuk menjaga kearifan lokal yang ada di Kota Malang dan bersama - sama membangun Papua.

"Tamparan bagi kami yang Arema, Malang dikenal kondusif. Saya sadari mungkin teman - teman mahasiswa Papua yang masih muda dan idealis ayo bersama - sama bangun Papua," katanya.

Kompas TV Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahyanto meninjau keamanan di Papua pasca-Pilkada serentak 27 Juni lalu.


Let's block ads! (Why?)



Bagikan Berita Ini

0 Response to "Polisi Mediasi Kericuhan Mahasiswa Asal Papua dan Warga di ..."

Post a Comment

Powered by Blogger.